Semenjak pandemi Covid 19 menerpa di tahun akhir 2019, semua faktor kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, teknologi sampai pendidikan alami peralihan skema secara esensial. Ketentuan berkenaan prosedur kesehatan diaplikasikan untuk kurangi pergerakan penebaran virus. Social distancing atau menjaga jarak saat berbicara atau melakukan kegiatan yang lain memunculkan beragam kebatasan saat melakukan aktivitas.
Pada dunia pendidikan, bermula dari Ketentuan Pemerintahan Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Limitasi Sosial Bertaraf Besar yang selanjutnya di turunkan dalam Surat Selebaran Mendikbud, SKB 4 Menteri karena itu dilaksanakan opsi skema evaluasi jarak jauh (dalam jaringan) untuk batasi pengerahan guru dan peserta didik. Keperluan pemenuhan penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan online dan beragam basis. Karena di lain sisi, untuk tiap siswa peralihan proses evaluasi jadi serba online bisa batasi ruangan gerak mereka dalam bergaul dengan rekan seumuran atau guru, hingga dapat memunculkan kejenuhan saat belajar bahkan juga dampak yang tambah jelek adalah rendahnya pengetahuan pelajar pada tiap materi yang diberikan yang bisa mengakibatkan ketinggalan evaluasi (learning loss).
Berdasar keadaan di atas untuk penuhi tercapainya kapabilitas peserta didik setiap unit pendidikan, dikeluarkan peraturan rekondisi evaluasi berkaitan implikasi kurikulum, Kurikulum Merdeka.
Pergi dari keadaan berikut dilaksanakan beragam usaha untuk kurangi ketimpangan hasil belajar dalam saat pandemi. Di tahun 2020 sampai 2022 diterapkan peraturan opsional untuk unit Pendidikan untuk memakai salah satunya antara 3 tipe kurikulum yakni Kurikulum 13, Kurikulum Genting (kurikulum 13 yang disederhanakan) dan Kurikulum Arketipe khusus untuk Sekolah Pendorong dan SMK Pusat Keunggulan.
Ada banyak beberapa poin penting berkaitan keunggulan Kurikulum Merdeka:
Evaluasi yang berdiferensiasi.
Tiap anak adalah spesial dan sudah diberi kekuatan, bakat dan minat yang unik dan hebat semenjak lahir. Karena itu tiap guru harus bisa memetakkan dan memakai kekuatan itu untuk tingkatkan kekuatan dan perolehan evaluasi peserta didik.
Guru melakukan asesmen lebih dulu untuk memetakkan kapabilitas, bakat dan minat peserta didik. Asesmen ini untuk menghitung faktor kognitif dan non kognitif tiap pelajar. Seterusnya hasil asesmen itu dipakai oleh guru untuk mengaplikasikan skema dan proses evaluasi yang terdiferensiasi untuk tiap peserta didik.
Perolehan Evaluasi jadi lebih simpel tetapi dalam hanya karena berisi beberapa materi yang fundamental dan konsentrasi pada pembangunan profile siswa Pancasila dan penumbuhan kapabilitas literatur dan numerasi.
Seterusnya Perolehan Evaluasi itu diuraikan dalam tiap tujuan evaluasi yang diatur oleh masing-masing unit pendidikan. Ini mempunyai tujuan untuk memberi kemerdekaan untuk tiap unit pendidikan untuk sesuaikan tujuan evaluasi dengan perkembangan karakter peserta didik dan rumor kontemporer yang lain.
Sekolah membuat team yang bisa terbagi dalam kepala sekolah, guru, pengawas, komite atau stakeholder yang lain untuk membuat tujuan evaluasi dengan bersama. Tujuan Evaluasi yang sudah dilakukan dengan bersama ini diharap sanggup penuhi inspirasi seluruh keperluan, kebutuhan dan sesuaikan kekhasan dan watak dari tiap unit pendidikan.
Saat pemenuhan Perolehan Evaluasi lebih fleksibel
Point dari Kurikulum Merdeka Belajar adalah mengganti proses evaluasi bukan cuma untuk pemenuhan kewajiban tapi menjadi proses evaluasi yang memiliki makna dan menggembirakan.
Tiap guru bukan hanya disuruh untuk sanggup memberi edukasi yang terbaik dengan skema mengajarkan diferensiasi, tapi juga lebih dalam dan memiliki makna. Pemenuhan Perolehan Evaluasi bukan hanya terbatasi dalam satu tahun tuntunan tetapi mempunyai durasi waktu lebih fleksibel yakni pada fase-fase.
Baca Juga : Ini Jurusan Kuliah Buat Kamu yang Hobi Menggambar
Babak terdiri jadi enam etape yakni Babak A (kelas 1 dan 2 SD), Babak B (Kelas 3 dan 4 SD), Babak C (kelas 5 dan 6 SD), Babak D (kelas 7,8 dan 9 SMP), Babak E (kelas 10 SMA), Babak F (kelas 11 dan 12 SMA).
Saat berencana evaluasi pada awal tahun tuntunan, guru dalam babak yang masih sama bisa bekerjasama dan bekerjasama untuk ketahui tercapainya evaluasi peserta didik di kelas awalnya hingga jadi referensi untuk berencana evaluasi seterusnya.
Evaluasi berbasiskan proyek
Selain evaluasi intrakurikuler, ada peruntukan projek untuk evaluasi sekitar 20% s/d 30% jam pelajaran. Prosentase projek itu bukan untuk per mata pelajaran namun adalah kombinasi lintasi disiplin ilmu. Projek diprioritaskan untuk mengusung desas-desus yang berada di sekitar lingkungan agar semakin tingkatkan kesensitifan peserta didik pada lingkungan dan kekuatan berpikiran krisis, analisis dan masalah solving.
Projek Pengokohan profile Siswa Pancasila ini mempunyai tujuan bukan hanya kenaikan pengetahuan dan kapabilitas yang mendalam tetapi usaha perolehan watak Profile Siswa Pancasila.
Tujuan Kurikulum Merdeka untuk menangani kritis evaluasi (learning crisis) sekarang masih pada proses dan penilaian. Sekarang ini kewajiban memakai Kurikulum Merdeka baru diterapkan pada Sekolah Pendorong dan SMK Pusat Keunggulan semenjak tahun 2021. Hingga saat sebelum diaplikasikan dengan nasional pada tahun 2024, sekarang ini tiap pemakai kurikulum diberi peluang untuk belajar memakai dan mengaplikasikan di unit Pendidikan hingga bisa terwujud alih bentuk sekolah jadi lokasi yang aman, inklusif dan menggembirakan.
Tujuan akhirnya pendidikan untuk peserta didik setiap tingkatannya yakni pemenuhan tiga tanda yakni atas pengetahuan, keterampilan dan sikap yakni pembangunan watak profile Pancasila yang memiliki iman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan bermoral mulia, berdikari, berlogika krisis, berkebhinekaan global, gotong-royong dan inovatif dan kenaikan literatur, numerasi untuk tingkatan dasar dan tingkatan menengah yakni pengetahuan untuk tingkatkan kapabilitas peserta didik agar hidup berdikari dan meng ikuti Pendidikan selanjutnya bisa terwujud.